Mungkin
tidak banyak yang tahu, kalau di Jakarta pernah berdiri sebuah kerajaan.
Kerajaan itu adalah Kerajaan Tanjung Jaya, sebuah kerajaan kecil yang menjadi
bawahan kerajaan Pajajaran.
Menurut
Naskah Wangsakerta yang ditulis oleh Pangeran Wangsakerta dari Cirebon pada
abad ke- 17, kerajaan tersebut terletak di Kampung Muara, Tanjung Barat,
Jakarta Selatan. Karena letaknya di Tanjung Barat, beberapa ahli sejarah Sunda
menyebut kerajaan tersebut dengan Kerajaan Tanjung Barat.
Kerajaan
ini didirikan oleh Wangsatunggal, seorang sepupu Ragamulya Luhur Prabawa raja
Kerajaan Pajajaran ke-30. Wangsatunggal mendirikan kerajaan ini pada 1333.
Awalnya, Kerajaan Tanjung Jaya merupakan bawahan Kerajaan Sunda-Galuh. Tetapi,
ketika Sunda-Galuh dipersatukan dengan Pajajaran, kerajaan ini kemudian menjadi
bawahan Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Bogor sekarang.
Meskipun
hanya sebuah kerajaan kecil, Tanjung Jaya termasuk kerajaan yang ramai. Hal ini
disebabkan kerajaan ini ditugaskan oleh Pajajaran untuk mengurus Pelabuhan
Kalapa, sebuah pelabuhan terbesar saat itu di Nusantara. Di Pelabuhan Kalapa
yang kemudian lebih dikenal dengan nama Pelabuhan Sunda Kalapa, banyak perahu
dan kapal dari berbagai negara datang untuk berniaga. Di pelabuhan ini para
saudagar dari berbagai negara seperti Cina, India, Arab, dan lain-lain membeli
rempah-rempah yang dihasilkan dari berbagai wilayah di Nusantara. Sebaliknya,
mereka menjual berbagai barang seperti kain, porselen, dan barang pecah belah
dari negeri mereka.
Dalam
naskah Wangsakerta dijelaskan bahwa istana Kerajaan Tanjung Jaya berdiri di
atas areal tanah seluas 800 meter persegi. Istana tersebut menghadap ke arah
utara. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya lubang sumur berdiameter 35 cm,
yang kemudian disebut lubang buaya serta sebuah kulem atau kolam.
Menjadi
ciri khas istana-istana di wilayah Pulau Jawa sebelah Barat adanya sumur tua di
depan istana. Bahkan di bagian depan istana Pajajaran (Lawang Gintung) terdapat
tujuh buah sumur.
Sumur
dan kulem berfungsi untuk tempat membersihkan diri sang hulun (rakyat) yang akan menghadap raja. Membersihkan diri
dimulai dengan mengguyur wajah, sebagian air itu dipakai berkumur. Setelah
membersihkan wajah dan berkumur, dilanjutkan dengan menyiram kepala, dan
terakhir mencuci kaki. Mirip dengan cara berwudhu. Setelah membersihkan diri
sang hulun menunggu di ruang tunggu yang bernama amben, sebelum akhirnya
diterima oleh raja atau ratu di paseban.
Hubungan
rakyat dengan penguasa di Kerajaan Tanjung Jaya berjalan dengan baik. Tidak
heran kerajaan ini dapat berdiri hingga selama hampir 2,5 abad. Selama kurun
waktu tersebut, setelah Wangsatunggal, kerajaan ini berturut-turut dipimpin
oleh Ratu Munding Kawati, Raja Mental Buana, Raja Banyak Citra, Raja
Cakralarang, dan terakhir Ratu Kiranawati.
Ratu
Kiranawati yang merupakan putri Raja Cakralarang menikah dengan salah seorang
putra Prabu Siliwangi yaitu Surawisesa. Surawisesa kelak menjadi penerus tahta
Prabu Siliwangi. Surawisesa inilah yang membuat prasasti Batutulis, sebagai
kenang-kenangan dan penghormatan kepada ayahnya, Prabu Siliwangi.
Ratu
Kiranawati merupakan ratu terakhir kerajaan ini. Pada masa ini agama Islam
telah mulai dikenal di Kerajaan Pajajaran dan syiarnya sampai pula ke Kerajaan
Tanjung Jaya, sehingga Ratu Kirawanati pun menganut agama Islam. Menurut cerita
rakyat, bila hendak bepergian ke mana pun, Ratu Kiranawati selalu diiringi
dengan kumandang azan sebelum dia menaiki kereta kudanya. Berdasarkan penuturan
beberapa orang penduduk, sampai dengan awal tahun 1990-an di malam-malam
tertentu masih sering terdengar bunyi kereta kuda yang berasal dari lokasi ini.
Ratu
Kiranawati juga terkenal dengan kecantikan wajahnya, sehingga oleh rakyatnya
dijuluki dengan julukan Ratu Kebagusan. Dari julukan inilah sebuah nkampung
yang terletak di seberang Tanjung Barat diberi nama Kampung Kebagusan.
Selama
dalam kepemimpinan Ratu Kiranawati dan para pendahulunya, Kerajaan Tanjung Jaya
dan kerajaan induknya, Pajajaran dalam keadaan gemah ripah loh jinawi. Hal ini
membuat Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon menjadi iri. Namun, rasa iri
ini dipendam saja, mengingat Kesultanan Cirebon memiliki hubungan darah dengan
Kerajaan Pajajaran. Karena Raden Walangsungsang putra Prabu Siliwangi dari
permaisuri Subang Larang merupakan pendiri Kesultanan Cirebon dan uwak dari
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Tetapi,
ketika Pajajaran melakukan kerjasama dengan Portugis, Demak dan Cirebon menjadi
punya alasan untuk menyerang Pajajaran. Namun yang pertama diserang bukan
Kerajaan Pajajaran secara langsung, tetapi Pelabuhan Kalapa yang menjadi urat
nadi perekonomian Pajajaran.
Serangan
pasukan gabungan Demak dan Cirebon yang dikomandani Fatahillah pada 1527 ini
berhasil menaklukan Pelabuhan Kalapa. Pasukan Kerajaan Tanjung Jaya dan
sebagian prajurit Pajajaran yang bersiaga di Pelabuhan Kalapa tidak mampu
menahan gempuran pasukan Demak – Cirebon. Mereka terpaksa mengundurkan diri ke
ibukota Pakuan Pajajaran.
Usai
menaklukkan Kerajaan Tanjung Jaya dan Pelabuhan Kalapa, Fatahillah mengganti
nama Pelabuhan Kalapa dengan nama Jayakarta. Dan sebagai penguasa baru di
Jayakarta, Sultan Demak mengangkat Fatahillah sebagai adipati pertama.
Kerajaan
Tanjung Jaya diperkirakan runtuh bersamaan dengan runtuhnya Pajajaran yang
diserang Kesultanan Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf pada 1579. Sisa
keratonnya yang terletak di tepi kali kawin Muara kemudian ikut terbenam di
lokasi itu.*
Sangat bagus, tetapi harus bisa membuktikan fakta sejarah lebih banyak dan harus bisa mencari bukti bukti untuk menguatkan cerita sejarah tersebut.
BalasHapusSy yakin pasti ada situs2 peninggalan yg masih tersisa di sekitar lokasi. Terimakasih sdh membagi kisa sejara ini
BalasHapusBest Casino Site in USA | CodaCasino.com
BalasHapusCoda Casino offers all the online slots, table games, live dealer 메리트 카지노 주소 games, and video poker games 바카라 사이트 at 카지노 the best online casinos in the USA.