Senin, 31 Oktober 2016

Kerajaan Tanjung Jaya



Mungkin tidak banyak yang tahu, kalau di Jakarta pernah berdiri sebuah kerajaan. Kerajaan itu adalah Kerajaan Tanjung Jaya, sebuah kerajaan kecil yang menjadi bawahan kerajaan Pajajaran.
Menurut Naskah Wangsakerta yang ditulis oleh Pangeran Wangsakerta dari Cirebon pada abad ke- 17, kerajaan tersebut terletak di Kampung Muara, Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Karena letaknya di Tanjung Barat, beberapa ahli sejarah Sunda menyebut kerajaan tersebut dengan Kerajaan Tanjung Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Wangsatunggal, seorang sepupu Ragamulya Luhur Prabawa raja Kerajaan Pajajaran ke-30. Wangsatunggal mendirikan kerajaan ini pada 1333. Awalnya, Kerajaan Tanjung Jaya merupakan bawahan Kerajaan Sunda-Galuh. Tetapi, ketika Sunda-Galuh dipersatukan dengan Pajajaran, kerajaan ini kemudian menjadi bawahan Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Bogor sekarang.
Meskipun hanya sebuah kerajaan kecil, Tanjung Jaya termasuk kerajaan yang ramai. Hal ini disebabkan kerajaan ini ditugaskan oleh Pajajaran untuk mengurus Pelabuhan Kalapa, sebuah pelabuhan terbesar saat itu di Nusantara. Di Pelabuhan Kalapa yang kemudian lebih dikenal dengan nama Pelabuhan Sunda Kalapa, banyak perahu dan kapal dari berbagai negara datang untuk berniaga. Di pelabuhan ini para saudagar dari berbagai negara seperti Cina, India, Arab, dan lain-lain membeli rempah-rempah yang dihasilkan dari berbagai wilayah di Nusantara. Sebaliknya, mereka menjual berbagai barang seperti kain, porselen, dan barang pecah belah dari negeri mereka.
Dalam naskah Wangsakerta dijelaskan bahwa istana Kerajaan Tanjung Jaya berdiri di atas areal tanah seluas 800 meter persegi. Istana tersebut menghadap ke arah utara. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya lubang sumur berdiameter 35 cm, yang kemudian disebut lubang buaya serta sebuah kulem atau kolam.
Menjadi ciri khas istana-istana di wilayah Pulau Jawa sebelah Barat adanya sumur tua di depan istana. Bahkan di bagian depan istana Pajajaran (Lawang Gintung) terdapat tujuh buah sumur.
Sumur dan kulem berfungsi untuk tempat membersihkan diri sang hulun (rakyat) yang akan menghadap raja. Membersihkan diri dimulai dengan mengguyur wajah, sebagian air itu dipakai berkumur. Setelah membersihkan wajah dan berkumur, dilanjutkan dengan menyiram kepala, dan terakhir mencuci kaki. Mirip dengan cara berwudhu. Setelah membersihkan diri sang hulun menunggu di ruang tunggu yang bernama amben, sebelum akhirnya diterima oleh raja atau ratu di paseban.
Hubungan rakyat dengan penguasa di Kerajaan Tanjung Jaya berjalan dengan baik. Tidak heran kerajaan ini dapat berdiri hingga selama hampir 2,5 abad. Selama kurun waktu tersebut, setelah Wangsatunggal, kerajaan ini berturut-turut dipimpin oleh Ratu Munding Kawati, Raja Mental Buana, Raja Banyak Citra, Raja Cakralarang, dan terakhir Ratu Kiranawati.
Ratu Kiranawati yang merupakan putri Raja Cakralarang menikah dengan salah seorang putra Prabu Siliwangi yaitu Surawisesa. Surawisesa kelak menjadi penerus tahta Prabu Siliwangi. Surawisesa inilah yang membuat prasasti Batutulis, sebagai kenang-kenangan dan penghormatan kepada ayahnya, Prabu Siliwangi.
Ratu Kiranawati merupakan ratu terakhir kerajaan ini. Pada masa ini agama Islam telah mulai dikenal di Kerajaan Pajajaran dan syiarnya sampai pula ke Kerajaan Tanjung Jaya, sehingga Ratu Kirawanati pun menganut agama Islam. Menurut cerita rakyat, bila hendak bepergian ke mana pun, Ratu Kiranawati selalu diiringi dengan kumandang azan sebelum dia menaiki kereta kudanya. Berdasarkan penuturan beberapa orang penduduk, sampai dengan awal tahun 1990-an di malam-malam tertentu masih sering terdengar bunyi kereta kuda yang berasal dari lokasi ini.
Ratu Kiranawati juga terkenal dengan kecantikan wajahnya, sehingga oleh rakyatnya dijuluki dengan julukan Ratu Kebagusan. Dari julukan inilah sebuah nkampung yang terletak di seberang Tanjung Barat diberi nama Kampung Kebagusan.
Selama dalam kepemimpinan Ratu Kiranawati dan para pendahulunya, Kerajaan Tanjung Jaya dan kerajaan induknya, Pajajaran dalam keadaan gemah ripah loh jinawi. Hal ini membuat Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon menjadi iri. Namun, rasa iri ini dipendam saja, mengingat Kesultanan Cirebon memiliki hubungan darah dengan Kerajaan Pajajaran. Karena Raden Walangsungsang putra Prabu Siliwangi dari permaisuri Subang Larang merupakan pendiri Kesultanan Cirebon dan uwak dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Tetapi, ketika Pajajaran melakukan kerjasama dengan Portugis, Demak dan Cirebon menjadi punya alasan untuk menyerang Pajajaran. Namun yang pertama diserang bukan Kerajaan Pajajaran secara langsung, tetapi Pelabuhan Kalapa yang menjadi urat nadi perekonomian Pajajaran.
Serangan pasukan gabungan Demak dan Cirebon yang dikomandani Fatahillah pada 1527 ini berhasil menaklukan Pelabuhan Kalapa. Pasukan Kerajaan Tanjung Jaya dan sebagian prajurit Pajajaran yang bersiaga di Pelabuhan Kalapa tidak mampu menahan gempuran pasukan Demak – Cirebon. Mereka terpaksa mengundurkan diri ke ibukota Pakuan Pajajaran.
Usai menaklukkan Kerajaan Tanjung Jaya dan Pelabuhan Kalapa, Fatahillah mengganti nama Pelabuhan Kalapa dengan nama Jayakarta. Dan sebagai penguasa baru di Jayakarta, Sultan Demak mengangkat Fatahillah sebagai adipati pertama.
Kerajaan Tanjung Jaya diperkirakan runtuh bersamaan dengan runtuhnya Pajajaran yang diserang Kesultanan Banten di bawah pimpinan Maulana Yusuf pada 1579. Sisa keratonnya yang terletak di tepi kali kawin Muara kemudian ikut terbenam di lokasi itu.*











3 komentar:

  1. Sangat bagus, tetapi harus bisa membuktikan fakta sejarah lebih banyak dan harus bisa mencari bukti bukti untuk menguatkan cerita sejarah tersebut.

    BalasHapus
  2. Sy yakin pasti ada situs2 peninggalan yg masih tersisa di sekitar lokasi. Terimakasih sdh membagi kisa sejara ini

    BalasHapus
  3. Best Casino Site in USA | CodaCasino.com
    Coda Casino offers all the online slots, table games, live dealer 메리트 카지노 주소 games, and video poker games 바카라 사이트 at 카지노 the best online casinos in the USA.

    BalasHapus